.
Guru Harus Terus
Belajar
Telah diyakini bahwa pendidikan
merupakan salah satu alasan sekaligus solusi utama paling mendasar bagi
permasalahan bangsa selama ini. Terlebih bangsa Indonesia yang dengan tegas
dalam Pembukaan UUD 45-nya berjanji akan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Karenanya, pendidikan patut selalu menjadi sektor dasar utama yang harus terus
diperbaiki dan ditingkatkan oleh pemerintah dan rakyat kita. Dan berbicara
pendidikan, maka salah satu ornamen utamanya yakni guru. Kesuksesan sebuah pendidikan
tak bisa dilepaskan dari peran guru. Sebab guru berdiri di titik sentral dalam
pendidikan. “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari!” Pepatah
itu sangat tepat dalam menggambarkan sentralnya posisi guru dalam pendidikan.
Adapun jika kita mulai berbicara tentang kualitas guru di Indonesia,
Kementerian Pendidikan Nasional pada tahun 2009 mengakui bahwa kualitas guru di
negeri ini masih belum sesuai dengan yang diinginkan. Ini fakta yang ironi.
Sebab, bagaimana kita akan mencetak generasi yang unggul, jika kualitas
pendidiknya tak unggul, sesuai dengan yang diinginkan? Sehingga, akibatnya,
kita akan menemukan fakta begitu banyaknya murid yang bermasalah karena
kesalahan atau ketidaktepatan guru dalam mendidiknya. Bahkan, di negeri ini,
tak jarang kita disuguhi berita menyedihkan tentang seorang guru yang melakukan
tindakan tak senonoh pada anak muridnya.[1]
Menurut Anies Baswedan, Ph.D, Rektor Paramadina dan Ketua Gerakan Indonesia
Mengajar, seorang guru wajib menguasai dua konsep dasar yakni pengajaran
(pedagogi) dan kepemimpinan. Pertama, guru patut memiliki
kemampuan dalam melakukan pengajaran agar mampu memberikan pengajaran yang
efektif dan tak membosankan bagi muridya. Mereka harus senantiasa up-to-date terhadap
perkembangan ilmu pedagogi. Misalnya, mereka harus tahu dan sadar bahwa konsep teaching
centered learning sudah tidak tepat lagi di zaman ini dan harus
digantikan dengan pola pembelajaran berbasis student centered learning.
Karenanya, guru pun harus terus belajar, bukan hanya mengajar. Adapun kedua, guru
harus menyadari bahwa dirinya adalah pemimpin di kelas. Sehingga ia harus
memperlihatkan kepribadian, sikap dan kebijaksanaan layaknya seorang pemimpin.[2]
Konsekuensi
logis lagi dari UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen secara tersirat
menyebutkan bahwa seorang Guru adalah pendidikan profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan usia anak usia dini, jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah, seperti disebutkan pada (Pasal 1
Ketentuan Umum), dan guru harus profesional, dan dimaksud adalah pekerjaan atau
kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan
yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu
atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan. Selanjutnya disebutkan pula
bahwa sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberikan kepada
guru yang telah memenuhi persyaratan, dan sertifikasi pendidik diselenggarakan
oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi
atau ditunjuk pemerintah. Dampak dari kepemilikan sertifikasi pendidikan, maka
guru akan memperoleh penghasilan minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
ayat (1) meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta
penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan
khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang
ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi dan guru yang
diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau
Pemerintah Daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan.[3] Selanjutnya
Pemerintah memberikan tunjangan profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
ayat (1) kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh
penyelenggara pendidikan dan atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat. Maka UU Nomor 14 dimaksud lebih memberi makna bagi guru, dan
merupakan peluang bagi guru-guru untuk dapat mengembangkan kompetensi, dan
tidak mustahil menjadi momok bagi guru-guru yang memiliki kompetensi rendah,
dan ini menjadi konsekuensi bagi guru dan dosen akan diberlakukannya UU
tersebut. Selain itu, UU tersebut akan dapat mengangkat marwah dan martabat
guru secara hakiki, karena selama ini andil dan kontribusi guru di dalam
mencerdaskan anak negeri ini sepertinya dipandang sebelah mata, dan memadang
profesi guru sebagai profesi biasa. Ini terjadi selama di republik ini,
sehingga masa depan guru suram dan profesi guru tidak menjanjikan, bahkan
terkesan dilecehkan. UU Guru dan Dosen, seperti Pasal 8 menyatakan guru wajib
memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani
dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional.[4] Sertifikasi
pendidikan akan dapat diperoleh bilamana guru telah memiliki kualifikasi akademis
minimal S-1/D-IV sejak pendidikan anak usia dini sampai pendidikan menengah.
Kemudian guru juga harus memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan
profesional, sebagaimana dipersyaratkan oleh
UU.
Untuk memperoleh sertifikasi pendidik tidak semudah membalikkan telapak
tangan. Sertifikasi pendidik akan dapat diperoleh bilamana guru dengan
sungguh-sungguh belajar dan tentunnya sertifikasi pendidik, akan didapat oleh
guru-guru yang berkualitas dan selama ini sudah menunjukkan kinerja baik, dan
memilih profesi guru merupakan pilihan nuraninya. Tak kalah pentingnya, adalah
guru-guru yang mau belajar dan belajar, selalu mengikuti diklat-diklat, serta
menyadari bahwa ilmu yang selama ini yang dimiliki terasa masih kurang. Oleh
sebab itu, kualitas guru secara pribadi terlihat dari penampilannya, prestasi
akademiknya, serta moralitas dan tanggung jawabnya di dalam mengerjakan tugas
dan tanggung jawab profesinya, serta wawasan keilmiah dan intelektualnya, baik
di dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas maupun di linkungan sekitarnya.
Sertifikasi pendidik harus dimiliki oleh setiap guru. Untuk memperolehnya
tentunya memerlukan berbagai persiapan, baik mental maupun ilmunya, dan bukan
sesuatu yang ditakuti. Akan tetapi bila kita sudah mempersiapkan diri belajar
dan terus belajar, maka sertifikasi pendidik akan kita peroleh.
A. Guru Harus Senang
Membaca
Guru adalah seorang pendidik yang harus terus mencari ilmu sepanjang masa
walaupun sudah menjadi seorang pendidik baik di sekolah, masyarakat, dan
Negara. Menjadi seorang guru yang profesional tidaklah mudah, harus melewati
berbagai latihan, memiliki kemampuan- kemampuan seperti yang tercantum dalam
Pasal 8 yang menyatakan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik,
kompetensi, sertifikat pendidikan sehat jasmani dan rohani. Salah satu yang
paling penting adalah guru harus terus belajar dan belajar, dan senang membaca.
Membaca dan belajar merupakan kegiatan yang tidah boleh diabaikan begitu saja
oleh seorang guru yang profesional. Bahkan itulah tugas pokok sebagai seorang
guru, jika ditinggalkan artinnya ia sudah menanggalkan kewajibanya. Sebagai
guru yang selalu terobsesi untuk meningkatkan kecerdasan anak didiknya,
semestinya guru menyisihkan gajinya untuk membeli buku-buku baru.[5] Betapa
senangnya memiliki guru yang selalu gemar membaca dan belajar. Hal ini
akan terlihat dalam setiap aktivitasnya di sekolah yang selalu tanggap terhadap
persoalan baru. Sekarang ini jika guru tidak senang membaca dan belajar
bukan tidak mungkin guru akan ketinggalan oleh murid-muridnya. Membaca telah
menjadi kebutuhan manusia modern, tentunya bukan hanya untuk pfofesi guru.
Tentunya kurang pada tempatnya jika para guru ilmunya pas-pasan karena yang
bersangkutan tidak senang membaca dan belajar. Akhirnya, salah satu hal
terpenting yang patut dilakukan bagi seorang guru sebagai tonggak dasar masa
depan pendidikan dan bangsa yakni penghargaan. Bangsa ini harus terus belajar
untuk menghargai dan mengapresiasi guru-gurunya. Sebab, masa depan kita,
anak-anak kita dan bangsa ini ada di genggaman mereka.