QO’IDAH III
BERAT MENARIK KEMUDAHAN
Ø Di
pandang dari jenisnya, sebab-sebab seseorang mendapat keringanan dalam hukum
syar’i dibagi menjadi tujuh macam :
1.
Paksaan
2.
Lupa
3.
Bodoh
4.
Sulit
5.
Bepergian (safar)
6.
Sakit
7.
Sifat Kurang
1.
Paksaan
Ø Contoh
: Ketika ada seseorang yang dipaksa
untuk menyembah pohon atau batu yang mana kalau tidak menyembah maka orang itu
akan dibunuh, dalam kasus ini orang tersebut boleh menyembah pohon tersebut
(kufur), akan tetapi kufurnya Fi dhohir
hatinya tetap iman. Dikecualikan dipaksa zina, membunuh orang lain.
2.
Lupa
Ø Contoh :
Seseorang yang lupa ketika pada bulan Ramadhan melakukan jima’(hubungan), maka
tidak batal puasanya orang tersebut.
3.
Bodoh
Ø Contoh :
Seseorang yang ketika sholat berbicara karena bodoh atau tidak taunya orang
tersebut maka tidak batal sholatnya. Tapi kebodohan dalam hal ini bisa dima’fu
dengan adanya beberapa syarat :
a. Orang
tersebut baru masuk islam
b. Kehidupan
orang tersebut jauh dari para ulama’ atau pondok
4.
Sulit
Maksudnya
sulit di sini adalah sulitnya menghindar karena sering terjadi.
Ø Contoh :
Sulitnya menghindar najis yang ada di masjid karena seringnya terdapat
kotoran-kotoran, maka najis tersebut dapat dima’fu karena sulit dihindari.
Ø Contoh :
Sulitnya menghindar beleduk (kotoran di jalan ) dan genangan air sebab hujan.
Ø Contoh :
Menghindar dari lalat yang kebanyakan membawa benda najis.
5.
Bepergian
(safar)
Seseorang
yang bepergian jauh dapat memperoleh rukhsoh antara lain : Mengqoshor dan
menjama’ sholat dan boleh tidak berpuasa pada waktu itu.
6.
Sakit
Ø Contoh :
Seseorang yang ketika sakit boleh tidak berpuasa, melakukan tayammum karena
takut nantinya kalau berwudhu akan kambuh sakitnya.
7.
Sifat
kurang
Ø Contoh :
Tidak diwajibkannya sholat jum’at bagi kaum wanita, anak kecil, budak, dan
orang yang sakit.
Ø Kriteria
atau kadar Masyaqat dapat Rukhsoh yaitu
beratnya masyaqat yang sudah ditetapkan syara’. Contoh : sakit yang bagaimana
yang bisa dapat rukhsoh ?. Yaitu dengan membandingkan masyaqat yang lain yang
sudah ditetapkan oleh syara’. Sakit yang menyamai masyaqatnya orang puasa dalam
keadaan safar.
·
Rukhsoh menurut
bahasa adalah mudah, menurut istilah
adalah Berubahnya atau berpindahnya hukum yang sulit ke hukum yang mudah karena
adanya sebab.
Ø Dipandang
dari syara’, kemudahan dibagi menjadi
lima macam :
1.
Hukum
sunnah
Contoh : Mengqoshor shalat ketika
safar jika sudah menempuh tiga marhalah menurut Imam Syafi’i.
2.
Hukum
mubah
Contoh : akad salam. Hukum akad
salam aslinya haram karena tidak adanya barang di Majlis dan jual beli tersebut
tanpa ada wujud barangnya. Tapi karena adanya sebab ada hajat(kebutuhan) dari
seseorang maka berubah hukumnya menjadi Mubah.
3.
Hukum
wajib
Contoh : wajib makan bangkai
ketika dikawatirkan kalau tidak makan akan meninggal.
4.
Hukum
makruh
Contoh : Menurut Imam Syafi’i dua
marhalah boleh melakukan qashar shalat tapi makhruh. Menurut imam Abu Hanifah
tidah boleh.
5.
Hukum
khilaful ‘aula
Contoh : Shalat
di jama’ dengan berjamaah lebih baik daripada shalat di jama’ dengan
sendirian. Shalat ifrad dengan sendirian lebih baik daripada shalat di jama’
dengan sendirian.
QOIDAH
IV
BAHAYA
HARUS DIHILANGKAN
Qoidah-qoidah yang berhubungan :
1.
Keadaan
dhorurot bisa memperbolehkan perkara yang haram
Tidak ada pengurangan dhorurot
pada perkara yang diharamkan artinya orang yang dalam keadaan dhorurot tidak
boleh menempatkan perkara haram sebagaimana perkara yang dihalalkan. Contoh :
Berhenti atau mensudahi makan bangkai ketika seseorang sudah kenyang karena
tidak boleh menempatkan perkara haram seperti perkara halal.
2.
Perkara
yang diperbolehkan karena dhorurot harus dikira-kirakan dengan kadar dhorurot. Contoh :
sama seperti nomer satu.
3.
Dhorurot
(bahaya) tidak bisa dihilangkan dengan bahaya yang lain. Contoh :
Seumpama barang kita dighosob oleh orang lain, kemudian dalam hati ingin
membalas dengan mencuri atau menghosob barang miliknya atau orang lain untuk
menghilangkan dhoror yang lain.
4.
Jika ada
pertentangan dua mafsadah maka yang diambil mafsadah yang lebih ringan. Contoh :
Melakukan Qiyas terhadap Qaatil. Membunuh satu Qaatil untuk menyelamatkan orang
banyak lebih baik daripada membiarkan si Qaatil tadi membunuh orang banyak
lagi.
5.
Menolak mafsadah
lebih utama daripada menarik maslahat. Contoh : seorang tinggal di pondok berada di lantai empat dalam keadaan
sakit, trus dia ingin turun untuk melaksanakan shalat jum’at, dalam hal ini
orang tadi memilih untuk tidak melaksanakan shalat jum’at untuk menolak
mafsadah2 yang timbul.
Bai’ ‘aroya asalnya tidak boleh karena adanya
sebab (dhorurot) yaitu adanya orang fakir yang bertanya kepada Rasulullah
tentang masalah tsb, maka hukumnya menjadi boleh.
Li’an asalnya tidak
boleh kecuali dengan mendatangkan saksi. Ketika seseorang tidak punya saksi
otomatis dia dalam keadaan dhorurot dan hanya dirinya sendiri yang mengetahui
akan perbuatannya maka orang tersebut boleh melakukan sumpah Li’an.
MENGALAH DALAM
‘IBADAH HUKUMNYA MAKRUH
Maksudnya mengalah
disini adalah mendahulukan orang lain daripada dirinya sendiri dalam masalah
‘ibadah.
Menurut Imam Nawawi mengalah dalam ‘ibadah hukumnya makruh. Menurut Imam Suyuti : 1. Jika iitsar sampai
meninggalkan kewajiban maka haram hukumnya. Contoh : Mendahulukan orang lain
dalam bersuci, menutup aurat. 2. Jika iitsar sampai meninggalkan sunnah dan
melakukan perkara yang makruh maka hukumnya makruh. Contoh : Ketika jama’ah ada
shof yang kosong dan melimpahkan kepada orang lain dan berwudlu dengan air musyammas.
3. Jika iitsar sampai melakukan perkara yang tidak utama maka hukumnya khilaful
‘aula.
PERKARA YANG IKUT JUGA IKUT
Qoidah yang berhubungan :
1. Tabi’ tidak boleh disendirikan di dalam
hukumnya.
Contoh : Menjual galengan tanpa
sawah tidak boleh, karena dalam hal ini galengan termasuk tabi’(perkara yang
ikut) dan sawah termasuk matbu’(perkara yang diikuti).
Contoh : Makan SET dengan
sendirinya tanpa dengan buah tidak
boleh, karena dalam hal ini SET termasuk tabi’ dan buah termasuk matbu’.
Contoh : Membeli janin yang masih dalam kandungan ibunya,
karena anak/janin termasuk tabi’ dan ibunya termasuk matbu’
2.
Tabi’
menjadi gugur dengan gugurnya Matbu’
Contoh : Orang yang putus shalatnya dalam waktu/hari-hari
dia gila. Maka tidak disunnahkan baginya
mengqadha’ shalat rawatibnya, karena dalam hal ini shalat rawatib termasuk
tabi’ sedangkan shalat fardhu adalah matbu’. Menurut Imam Khotib, orang gila
tadi disamakan halnya seperti orang
kafir yang baru masuk islam, maka disunnahkan mengqadha’ shalat. Menurut Ibn
Hajar disunnahkan hanya pada orang gila bukan kafir.
3.
Tabi’
tidak boleh mendahului Matbu’
Contoh : Ma’mum tidak boleh mendahului
Imam dalam hal posisinya, ta’birotul ihram, salam, dan beberapa perkara2 yang lainya.
4.
Dima’afkan
perkara2 yang mengikuti , tidak dima’afkan selainya. Contoh : Orang
yang hadast besar tidak apa-apa berdiam diri di serambi, karena serambi
termasuk tabi’ sedangkan masjid termasuk matbu’.
§ Dima’afkan dalam kandungan perkara atau
ketika tidak disengaja, tidak dima’afkan ketika disengaja.
Contoh : Memerciki masjid dengan
air musta’mal dengan sengaja maka haram hukumnya.
Berbeda dengan ketika ba’da wudhu dengan tidak sengaja menyipratkan air
musta’mal maka tidak apa2.
§ Dima’afkan ketika sendirian, tidak
dima’afkan ketika kumpul.
Contoh : Bermain suling dengan tidak
digabung dengan alat-alat musik yang lain, apabila digabungkan maka tidak
boleh.
BalasHapusjual beli rumah
jual beli rumah
jual beli rumah
jual beli rumah
jual beli rumah
jual beli rumah
jual beli rumah
jual beli rumah
jual beli rumah
jual beli rumah
jual beli rumah
jual beli rumah
jual beli rumah
jual beli rumah
jual beli rumah
jual beli rumah
obat penumbuh rambut
jam tangan casio